Sekolah Kedokteran Khusus Pribumi Jadi Museum Kebangkitan Nasional

Jumat, 14 Agustus 2020

Share
Share
Share

Diorama yang memperlihatkan sekelompok pelajar sedang berada di sebuah kelas di Gedung STOVIA  (School Tot Opleding Van Inlandsche Artsen) pada tahun 1902. STOVIA adalah sekolah kedokteran untuk pemuda Indonesia yang salah satunya merupakan pendiri Budi Utomo. (Foto: Hendra Wiradi/ Uzone.id)

 Uzone.id – Museum Kebangkinan Nasional di Jalan Dr. Abdul Rahman Saleh Nomor 26, Senen, Jakarta Pusat, sempat ditutup demi mencegah penyebaran virus corona baru (Covid-19).

Museum tersebut baru dibuka kembali pada 16 Juni 2020. Namun, kali ini pengunjung yang masuk ke museum ini wajib menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun dan dibasuh air mengalir, pengunjung wajib mengurangi kontak fisik, suhu badan diperiksa oleh petugas.

Operasional Museum Kebangkitan Nasional di masa pandemi buka hari Selasa-Jumat pukul 9.00-15.00 WIB. Sedangkan Senin, Sabtu, Minggu dan hari libur nasional tutup.

Museum Kebangkitan Nasional ini pernah jadi tempat pendidikan kedokteran STOVIA (School Tot Oplending Van Inlandsche Artsen) atau sekolah kedokteran Bumiputera.

Museum Kebangkitan Nasional yang dulu merupakan sekolah, bernama STOVIA (School Tot Opleding Van Inlandsche Artsen) pada tahun 1902. STOVIA adalah sekolah kedokteran untuk pemuda Indonesia yang salah satunya merupakan pendiri Budi Utomo.
(Foto: Hendra Wiradi/ Uzone.id)

STOVIA didirikan ada kaitannya dengan pemberantasan berbagai penyakit menular (tipes, kolera, disentri dan lain-lain) yang tersebar di daerah Banyumas dan Purwokerto pada tahun 1847.

Wabah tersebut tidak bisa diberantas oleh tenaga medis pemerintahan Hindia Belanda yang jumlahnya terbatas, begitu juga dengan cara pengobatan yang telah ada pada waktu itu (tradisional), sehingga ada usul dari Kepala Jawatan Kesehatan waktu itu Dr. W. Bosch untuk mendidik beberapa anak Bumiputra menjadi pembantu dokter Belanda.

  • Tahun 1849 keluar keputusan Gubernemen yang menetapkan bahwa di rumah sakit militer akan dididik 30 pemuda Jawa dari keluarga baik-baik serta pandai menulis dan membaca bahasa Melayu dan Jawa untuk menjadi dokter pribumi dan “vaccinateur” (mantri cacar). Selesai pendidikan mereka harus bersedia masuk dinas pemerintahan sebagai mantri cacar.

 

  • Januari 1851 berdirilah Sekolah Dokter Djawa di Rumah Sakit Militer Weltevreden dengan masa pendidikan 2 tahun. Pendidikan diikuti oleh 12 orang yang semuanya berasal dari Pulau Jawa. Materi pelajaran meliputi cara mencacar dan memberikan pertolongan kepada penderita sakit panas dan sakit perut. Bahasa pengantar menggunakan bahasa Melayu.

 

  • 5 Juni 1853 Sekolah Dokter Djawa meluluskan 11 pelajar dan menyandang gelar Dokter Djawa. Mereka dipekerjakan sebagai mantri cacar, diperbantukan di Rumah Sakit dan membantu dokter militer merangkap dokter sipil.

 

  • Sejak tahun 1856 Sekolah Dokter Djawa mulai menerima murid yang berasal dari Pulau Jawa, yaitu dari Minangkabau (Sumatera) 2 orang dan Minahasa (Sulawesi) 2 orang.

 

  • Tahun 1864 lama pendidikan Sekolah Dokter Djawa ditingkatkan dari 2 tahun menjadi 3 tahun dengan jumlah siswa dibatasi 50 orang. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas para dokter sehingga mampu bekerja sendiri dibawah pengawasan dokter Belanda dan Kepala Pemerintahan Daerah.

 

  • Namun pengabdian para dokter lulusan Sekolah Dokter Djawa dimasyarakat mendapat penolakan dari beberapa dokter Belanda, sehingga sejak tahun 1864 pemerintah kolonial mencabut wewenang praktek dokternya, dan memperkerjakan mereka sebagai mantri cacar.

 

  • Perubahan besar terjadi pada tahun 1875 karena lama pendidikannya ditingkatkan menjadi 7 tahun, dengan jumlah murid 100 orang.

 

  • Tahun 1899 atas usul Dr. H.F Roll dibangun gedung baru. Pembangunan gedung ini mendapatkan bantuan dari 3 orang pengusaha Belanda dari Deli yaiotu, P.W Janssen, J. Nienhuys dan H.C van den Honert.

 

  • Bulan September 1901 di Betawi muncul wabah penyakit beri-beri dan kolera yang juga menimpa para pelajar Sekolah Dokter Djawa, sehingga pemindahan pelajar dari rumah sakit militer Weltevreden ke gedung di Hospitaalweg tertunda.

 

  • Pada 1 Maret 1902 gedung baru tersebut mulai resmi digunakan untuk STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) yaitu Sekolah Kedokteran Bumiputra. Munculnya STOVIA menandai berakhirnya Sekolah Dokter Djawa. Selama menjalani pendidikan, pelajar STOVIA diharuskan tinggal di dalam asrama yang menerapkan sikap disiplin dan tanggung jawab yang ketat. Jadwal kegiatan sudah ditentukan dari pagi sampai malam hari, bagi mereka yang melanggar ketentuan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.

 

  • Pelajar yang masuk ke STOVIA diwajibkan membuat surat perjanjian (acte van verband). Isi surat tersebut akan mengikat lulusan SOTVIA untuk bekerja pada dinas pemerintahan selama 10 tahun berturut-turut, dimana saja tenaganya diperlukan. Kalau tidak ia bersama orang tua atau walinya akan mengembalikanbiaya pendidikan selama 9 tahun kepada pemerintah. Namun perjanjian tersebut merisaukan dan memberatkan pelajar-pelajar yang masih melangsungkan pendidikannya sehingga diantara mereka banyak yang berhenti dan sekolahpun kekurangan murid. Sehingga surat perjanjian tersebut ditinjau kembali dan akhirnya ketentuan itu hanya diberlakukan pada pelajar baru. Setelah itu proses pendidikanpun berlangsung normal kembali.

 

  • Pada 1909 STOVIA berhasil meluluskan muridnya, buat mereka yang mengakhiri pendidikan dengan baik di STOVIA tidak lagi bergelar Dokter Jawa melainkan Inlandsche Arts (Dokter Bumiputera). Mereka berwenang mempraktekkan ilmu kedokteran seluruhnya termasuk kebidanan. Jumlah pelajar STOVIA terus bertambah dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, maka perlu dibangun gedung baru sebagai tempat pendidikan dan praktek pelajar STOVIA.

 

  • Tahun 1919 berdiri rumah sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting di Salemba yang dipimpin oleh Dr. Hulskoff. Di rumah sakit inilah dijadikan sebagai tempat praktek pelajar STOVIA karena sarana dan prasarananya lebih lengkap dan modern.

 

  • Pada 5 Juli 1920 secara resmi seluruh kegiatan pendidikan STOVIA dipindahkan ke jalan Salemba yang sampai sekarang dikenal dengan “Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia”. Sedangkan STOVIA lama dipergunakan untuk asrama pelajar.

 

  • Pada 1925 gedung STOVIA lama tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran Sekolah Kedokteran Bumiputra, tapi menjadi tempat pendidikan untuk MULO (setingkat SMP), AMS (setingkat SMA) dan Sekolah Asisten Apoteker. Dan masuknya bala tentara Jepang pada tahun 1942 mengakhiri penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran.

 

Peristiwa Bersejarah di Gedung Kebangkitan Nasional

Bulan Desember 1907 Dokter Wahidin Soedirohoesodo mengadakan ceramah tentang Studie Founds (beasiswa) dihadapan pelajar STOVIA.

Tanggal 20 Mei 1908 pelajar STOVIA mendeklarasikan berdirinya organisasi modern pertama Boedi Oetomo.

Tanggal 7 Maret 1915 Pelajar STOVIA mendirikan organisasi kepemudaan pertama Tri Koro Dharmo.

Tanggal 6 April 1973 Gedung STOVIA mulai dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta.

Tanggal 20 Mei 1974 Presiden Soeharto meresmikan pemanfaatan Gedung Kebangkitan Nasional.

Tanggal 12 Desember 1983 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bangunan bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional sebagai Cagar Budaya. (Kemendikbud)

Tanggal 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.

Tanggal 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Tahun 2012 sampai sekarang Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berita Lainnya

Peristiwa Penting Sebelum Proklamasi Indonesia

Beberapa Peristiwa Penting pun terjadi sebelum Hari Proklamasi tiba.

Sejarah Gapura untuk 17 Agustusan

Dalam merayakan 17 Agustus, rakyat Indonesia punya beragam kesenian, baik itu panggung musik macam perlombaan mulai tarik tambang, balap kerupuk hingga panjat pinang

Fakta Sejarah Bendera Merah Putih Pertama RI

Sejarah bendera Indonesia menarik untuk didalami, apalagi nama bendera kita punya beberapa julukan seperti Merah Putih, Sang Dwi Warna, dan Sang Saka Merah Putih

Kisah Dibalik Panjat Pinang, Permainan yang Ramai Saat Hari Kemerdekaan

Bulan Agustus ini, pedagang pohon pinang akan menuai banyak untung. Panjang pinang menjadi salah satu permainan di hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus

Tangis Air Mata Fatmawati Saat Jahit Merah Putih

Fatmawati tidak sengaja mendengar teriakan bahwa bendera Indonesia belum ada saat Soekarno bersama tokoh lainnya sedang berkumpul menyiapkan peralatan untuk pembacaan naskah teks proklamasi

Rumah Keturunan Tionghoa Jadi Tempat Menyusun Teks Proklamasi

Rumah Djiauw Kie Siong jadi tempat singgah para pemuda saat ‘menculik’ Soekarno dan Hatta karena dekat dengan markas Peta, yang saat ini sudah dijadikan Monumen Kebulatan Tekad.

Video Lomba