Sejarah Gapura untuk 17 Agustusan

Rabu, 12 Agustus 2020

Share
Share
Share

(Foto: Hendra Wiradi/Uzone.id)

17 Agustus tahun 45

Itulah hari kemerdekaan kita

Hari merdeka, nusa dan bangsa

Hari lahirnya bangsa Indonesia

Mer.. de.. ka..

Sekali merdeka tetap merdeka

Selama hayat masih di kandung badan

Itu merupakan penggalan lagu berjudul Merdeka karya H Mutahar

Dengan menyanyikan lagu tersebut, jiwa nasionalis kita seakan mendidih kembali. Meskipun, bangsa Indonesia selalu mendapat cobaan berat dari dalam maupun dari luar negeri, tetap kita tak boleh berhenti memperjuangkan kemerdekaan sampai Indonesia benar-benar merdeka hingga 100 persen.

Dalam merayakan 17 Agustus, rakyat Indonesia punya beragam kesenian, baik itu panggung musik macam perlombaan mulai tarik tambang, balap kerupuk hingga panjat pinang; dan tidak kalah serunya membuat gapura di setiap pintu masuk jalan atau gang di permukiman warga.

Meskipun perayaan dengan membuat gapura semakin berkurang, namun lihat saja daerah-daerah di Indonesia yang masih antusias membuat gapura-gapura mewah dengan berbagai macam bentuk dan material. Ada yang membuat gapura pakai bahan alam seperti bambu, ada juga membuat gapura dari bahan daur ulang plastik botol.

Salah satu gapura hasil kreasi warga Kebayoran Lama, Jakarta. Mereka telah bersiap menyambut Hari Kemerdekaan RI ke-75.

(Foto: Hendra Wiradi/Uzone.id)

Bahkan, untuk menarik perhatian anak-anak, beberapa gapura diberi hiasan karakter-karakter kartun.

Melansir Historia, Aditya Wardana dalam buku Gapura Untuk Rumah Tinggal dijelaskan kalau gapura fungsinya sebagai petunjuk batas wilayah atau pintu keluar-masuk yang terletak pada dinding pembatas sebuah kompleks bangunan dengan corak warna merah putih, sesuai dengan bendera Indonesia.

Selain itu, gapura juga bisa berfungsi sebagai monumen peringatan seorang tokoh atau peristiwa penting seperti gapura perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina ke-47 pada 31 Agustus 1927 di Barabai Banjarmasin. Gapura tersebut ditulis “Lang Leve de Koningin (Semoga Ratu Panjang Umur)”.

Sedangkan menurut Teruo Sekimoto, profesor antropologi Institute of Oriental Culture University of Tokyo, menjelaskan bahwa pembuatan gapura di era Orde Baru sejak tahun 1970-an bagian dari rangkaian kegiatan persiapan perayaan kemerdekaan Indonesia yang melibatkan banyak orang untuk mencapai tujuan nasional: stabilitas negara dan pembangunan.

Sekimoto juga menulis, di antara usaha mobilisasi yang paling menonjol adalah menghias tiap-tiap desa dengan membangun pagar beton, membentuk gapura yang penuh hiasan, dan merancang beragam seragam.

Berbeda dengan pendapat sejarawan dan budayawan Betawi, Ridwan Saidi, saat diwawancara Uzone.id menjelaskan kalau gapura sebetulnya berasal dari abad abad 12 di Indonesia.

Ridwan mengatakan, Betawi sendiri memiliki arti yang sama dengan gapura. Betawi, kata Ridwan, berasal dari Bahasa Armenia yang berarti gapura.

“Karena di Kapuk Muara, dulu kan pelabuhan di Muara Angke seberang-menyebrang dengan Kapuk Muara. Di situ ada gapura tempat hunian orang-orang asli, maka orang-orang muara angke yang kebanyakan pedagang yang bisnis di situ dari berbagai dunia, ada bangsa Kaukasia nyebut gerbang itu Betawi,” terang  Ridwan.

Abad 12 mulai muncul gapura di wilayah DKI Jakarta ketika di jaman tersebut Pelabuhan Sunda Kelapa sudah menjadi pelabuhan komersil.

Namun, Ridwan mengaku tak tahu persis kapan gapura mulai dipakai untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia. Setahu dia, rakyat Indonesia sendiri yang awalnya berinisiatif membuat gapura saat perayaan Kemerdekaan.

Nah, kalau melihat penjelasan gapura dalam Wikipedia, gapura merupakan suatu struktur yang merupakan pintu masuk atau gerbang ke suatu kawasan atau kawasan. Gapura sering dijumpai di pura dan tempat suci Hindu, karena gapura merupakan unsur penting dalam arsitektur Hindu.

Gapura juga sering diartikan sebagai pintu gerbang. Dalam bidang arsitektur gapura sering disebut dengan entrance, tetapi entrance itu sendiri tidak bisa diartikan sebagai gapura. Simbol yang dimaksudkan disini bisa juga diartikan sebuah ikon suatu wilayah atau area.

Secara hierarki sebuah gapura bisa disebut sebagai ikon karena gapura itu sendiri lebih sering menjadi komponen pertama yang dilihat ketika kita memasuki suatu wilayah.

Sutanandika, S2 Sastra Sunda di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang kini mengajar di SMA 1 Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjelaskan jika gapura dalam Bahasa Sunda diartikan juga dengan lawang.

“Menariknya, secara Tomopini (ilmu mengenai asal-muasal nama suatu tempat) kata lawang digunakan lebih banyak dibandingkan gapura. Di Bogor dikenal dua daerah dengan nama Lawang Saketeng dan Lawang Gintung. Menariknya, nama-nama daerah itu menggunakan lawang dan lawang saketing yang bisa ditemukan juga di Bandung, Cirebon, Majalengka dan Surabaya,” kata pria yang membuat tesis berjudul “Hukum Adat Kasepuhan Ciptagelar : Pola Rasionalitas dina Nanjeurkeun Ketahanan Pangan” ini.

Berita Lainnya

Peristiwa Penting Sebelum Proklamasi Indonesia

Beberapa Peristiwa Penting pun terjadi sebelum Hari Proklamasi tiba.

Sekolah Kedokteran Khusus Pribumi Jadi Museum Kebangkitan Nasional

Museum Kebangkinan Nasional di Jalan Dr. Abdul Rahman Saleh Nomor 26, Senen, Jakarta Pusat, sempat ditutup demi mencegah penyebaran virus corona baru (Covid-19)

Fakta Sejarah Bendera Merah Putih Pertama RI

Sejarah bendera Indonesia menarik untuk didalami, apalagi nama bendera kita punya beberapa julukan seperti Merah Putih, Sang Dwi Warna, dan Sang Saka Merah Putih

Kisah Dibalik Panjat Pinang, Permainan yang Ramai Saat Hari Kemerdekaan

Bulan Agustus ini, pedagang pohon pinang akan menuai banyak untung. Panjang pinang menjadi salah satu permainan di hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus

Tangis Air Mata Fatmawati Saat Jahit Merah Putih

Fatmawati tidak sengaja mendengar teriakan bahwa bendera Indonesia belum ada saat Soekarno bersama tokoh lainnya sedang berkumpul menyiapkan peralatan untuk pembacaan naskah teks proklamasi

Rumah Keturunan Tionghoa Jadi Tempat Menyusun Teks Proklamasi

Rumah Djiauw Kie Siong jadi tempat singgah para pemuda saat ‘menculik’ Soekarno dan Hatta karena dekat dengan markas Peta, yang saat ini sudah dijadikan Monumen Kebulatan Tekad.

Video Lomba